Minggu, 28 November 2010

Pembuatan minyak

Kelapa merupakan salah satu dari sekian banyak biji tanaman yang dapat digunakan dalam pembuatan minyak. Minyak yang terbuat dari kelapa banyak digunakan masyarakat sebagai minyak goreng. Pembuatan minyak kelapa secara tradisional dilakukan dengan pemanasan pada suhu tinggi. Pembuatan minyak kelapa secara tradisional ini banyak menimbulkan kerugian. Sebagai contoh, pemanasan yang tinggi dapat mengubah struktur minyak serta menghasilkan warna minyak kurang baik.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan minyak kelapa dengan cara basah atau biasa disebut dengan cara tradisional. Buah kelapa terdiri dari sabut (eksokrap dan mesokrap), tempurung (endokrap), daging buah (endosperm), dan air buah. Tebal sabut kelapa kurang lebih 5 cm dan tebal daging buah 1 cm. Bunga betina tanaman kelapa akan dibuahi 18-25 hari setelah bunga berkembang dan buah akan menjadi masak (ripe) setelah 12 bulan. Daging buah kelapa yang sudah masak dapat dijadikan kopra dan makanan, sebagai sumber protein yang penting dan mudah dicerna.
Daging buah kelapa dapat diolah menjadi santan (juice extract). Santan kelapa ini dapat dijadikan bahan pengganti susu atau dijadikan minyak. Selain buahnya, air kelapa juga dapat digunakan sebagai minuman segar, pencegah demam, kencing batu, dan bahan pembuat cuka (Ketaren, 1986).
Minyak kelapa merupakan minyak yang dihasilkan dari daging buah kelapa. Langkah awal pembuatan minyak kelapa dengan cara basah yaitu daging buah kelapa dibentuk menjadi santan.  Proses pembuatan santan merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan minyak.  Untuk dapat membuat minyak yang lebih banyak maka jenis buah kelapa yang dipilih yaitu kelapa yang setengah tua dan kelapa tua.
Santan itu sendiri merupakan jenis emulsi minyak dalam air (M/A), dimana yang berperan sebagai media pendispersi adalah air dan fasa terdispersinya adalah minyak.  Globula-globula minyak dalam santan dikelilingi oleh lapisan tipis protein dan fosfolida.  Lapisan protein menyelubungi tetes-tetes minyak yang terdispersi di dalam air.  Untuk dapat menghasilkan minyak maka lapisan protein itu perlu dipecah sehingga tetes-tetes minyak akan bergabung menjadi minyak.  Jadi pada prinsipnya pembuatan minyak kelapa cara basah atau melalui santan adalah pemecahan system emulsi santan melalui denaturasi protein.   Cara basah ini dapat dilakukan secara kimiawi, mekanik, thermal, biologis atau enzimatik
Teknik pembuatan minyak kelapa secara thermal biasa disebut juga dengan teknik pemanasan.  Untuk membuat minyak kelapa dengan cara pemanasan cukup sederhana, yaitu hanya melakukan pemanasan terhadap santan yang telah dibuat.  Tujuan dari pemanasan adalah untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat di dalam santan tersebut.  Umumnya minyak yang dihasilkan dengan cara pemanasan ini berwarna kekuning kuningan.  Blondo yang diperoleh dari hasil pengolahan minyak kelapa dengan cara pemanasan memiliki warna coklat kehitaman. Teknik semacam ini biasanya dimiliki oleh industri olahan dalam skala rumah tangga. 
Pembuatan minyak kelapa dari daging buah segar merupakan ekstraksi minyak dari bahan mentah melalui proses wet rendering. Wet rendering adalah suatu sistem pemisahan minyak dari bahan yang mengandung kadar air tinggi dan pada pengerjaannya dilakukan penambahan air dalam jumlah yang besar (Maison, 1984 dikutip Sri Haryani 2006). Minyak kelapa dapat dibuat dengan cara tradisional (cara basah) yang tidak memerlukan keahlian khusus dan alat-alat tertentu.
Buah kelapa segar yang cukup tua digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa. Bahan baku digiling atau diparut, lalu diperas untuk diambil santannya (coconut milk). Bila santan didiamkan, secara pelan-pelan akan terjadi pemisahan bagian yang kaya dengan minyak (disebut krim) dengan bagian yang miskin dengan minyak(disebut skim). Krim lebih ringan dibanding skim sehingga krim berada pada bagian atas dan skim di bawah.
Santan dipanaskan di atas kompor secara terus-menerus (rendering) selama 5 jam atau tergantung jumlah santan sambil terus diaduk. Santan merupakan emulsi air-minyak. Protein yang terdapat dalam santan berwujud lipoprotein, yang berfungsi sebagai pengemulsi. Daya pengemulsi pada protein karena protein mempunyai gugus polar yang bersifat hidrofil dan gugus nonpolar yang bersifat hidrofob. Aktivitas protein akan hilang karena pemanasan. Jumlah gugus sulfidril yang bebas dalam protein akan meningkat, sehingga akan terjadi suatu peningkatan kekentalan dan lebih lanjut akan terjadi koagulasi atau flokulasi dan akhirnya terjadi pengendapan protein (Desrosier, 1988). Hal tersebut berarti protein mengalami denaturasi (perusakan)
Selanjutnya, air yang terdapat pada santan akan menguap sampai habis. Mekanisme pemecahan santan melalui perusakan (denaturasi protein) sehingga yang tersisa hanya minyak kelapa dan ampas (blondo). Proses selanjutnya adalah pemisahan minyak dari ampas dengan cara meniriskan. Gumpalan padatan ini disebut blondo (galendo). Minyak dipisahkan dari blondo dengan cara penyaringan. Blondo masih banyak mengandung minyak sehingga masih bisa diambil minyaknya dengan cara diperas. Berikut gambar minyak yang diperoleh:



Gambar 1. Gambar Minyak Kelapa Kelompok 2, 3 dan 4
Dari hasil pengamatan yang diperoleh minyak kelapa yang bagus adalah minyak kelapa kelompok 2 karena warnanya putih dan tidak meninggalkan endapan, untuk kelompok 4 warna minyak kelapa yang diperoleh agak sedikit keruh dan meninggalkan endapan seharusnya minyak kelapa yang diperoleh tidak menghasilkan endapan, hal ini dapat terjadi karena pemanasan yang kurang sempurna sehingga masih meninggalkan lemak. Untuk kelompok 1 dan 3 warnanya telah menguning walaupun tidak meninggalkan endapan tetapi warna minyak kelapa seharusnya berwarna putih keruh. Warna minyak kelapa yang menjadi kuning dapat terjadi karena pada saat proses pemanasan suhu panas yang digunakan pada kompor terlalu tinggi seharusnya pada pembuatan minyak kelapa tidak boleh menggunakan panas yang tinggi karena dapat mempercepat denaturasi protein. Kelemahan dari teknologi minyak kelapa secara tradisional ini adalah minyak kelapa yang dihasilkan tidak bisa berumur lama dan cepat tengik akibat oksidasi. Selain itu, rendemennya juga rendah (Sutarmi dan Hartin Rozaline, 2005 dikutip Sri Haryani, 2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar